sepatah katamu ringan
kuseduhi senyum merekah
meski tak runtut menafsir
bertemu ringkih yang terpasung
kuusap geletarmu lembut
pada ucap tak terdefinisi
jika sudah menduga alpa
terka lalu bungkam dimensiku
tetiba di hilir ingatan kita
saling didekap risau hingga
gigil menerobos masuk
ingin tumbangkan kesakralan ikrar
digeret menepi, bahkan teramat tepi
langsungkan kesakitan yang sekejap
hingga tepiskan kau di dalam kita
aku hendak membuntir kata-kata
jangan melarang percuma
biar pintamu kusesap habis
lalu jadikannya asap yang tak bernilai
tak usah dihembus, telan saja
berikut ampas pekat di dasar cemasmu
sempatkan terik mengunjungi petang
sebelum dilumat habis mulut hujan
dan tak sisakan apapun untuk subuh
maka, lekas hulukan serta merta janji
sebelum kuning langsat menagih jingga kembali
manakala diterkam dua musim
sepintas ingin membunuh detik masa
pada garis-garis hujan tersibak
segera melukis ikhlas tanpa sia-sia
aku dilebur kalimat tanya
rapih
bermakna
kau?
dia?
dan aku memilihmu.
No comments:
Post a Comment