Wednesday, December 25, 2013

fase terakhir (2)

terkadang, beberapa kali aku bertingkah acuh dan tidak mempedulikan keadaan sekitar. meskipun di sekeliling aku melihat tangan-tangan yang saling bergandengan dan bahu-bahu yang kerap mendekapkan diri. aku sedang dimana? aku siapa? kenapa jari-jariku kosong dan hanya angin yang menyentuh kulitku? beberapa waktu membosankan yang lalu kuhabiskan untuk pergi jauh, pergi dari rutinitas yang mereka anggap sebuah kesalahan besar. kata mereka, aku tak pantas begitu, mereka bilang aku lebih jahat dari seorang teroris. bahkan, beberapa dari mereka yang tak asing dalam hidupku berkata, "kamu itu munafik". rasanya seperti sebuah pistol yang menembakkan pelurunya tepat di kepalaku mendengar ia mengatakan hal itu.

teramat lelah kepala ini jika masih digunakan untuk menyesali peristiwa itu. seperti bom waktu, kini sudah saatnya untuk meledakkan diri. tapi aku masih saja terpaku di sudut ruang memori enam bulan yang lalu. di tepi danau yang tenang suatu sore yang indah, ketika kami sepakat untuk belajar memaafkan diri sendiri dan melupakan kesalahan yang sering mereka utarakan di belakang kami. iya, separuh jalan dari rute itu telah kami tempuh, dengan berbagai rasa dan kata-kata yang aku menyadarinya itu sebagai dosa, dosa termanis.

"apabila suatu hari nanti kami tak lagi seperti hari ini, doaku agar waktu tak cepat menuju hari itu. dimana aku masih sangat ingin menghabiskan waktu bersamanya dengan sangat pelan-pelan. aku ingin menikmatinya seolah esok sudah tak ada lagi hari seperti hari ini." - enam bulan silam.

fase demi fase berlalu, sampailah juga pada fase terberat dalam proses kehidupan. yaitu, fase dimana aku harus belajar melupakan dan kembali melangkahkan kaki yang sempat terhenti sejenak.

image courtesy by click here
(Desember - 2013)

No comments:

Post a Comment