Monday, September 15, 2014

prosa kehilangan

teruntuk hati yang masih berusaha mengikhlaskan.... sebuah kepergian tak ada yang terlepas dari kata ketulusan. seperti halnya pertemuan, tak pernah luput untaikan perpisahan disampingnya. selalu dan selalu. mempercayai bahwa takdir Tuhan akan bergegas menyadarkanmu tentang mimpi-mimpi yang kau anggap baik. melupakan bahwasanya kita memiliki sebuah ketetapan semesta yang tak pernah sekalipun diragukan. bahwasanya sebuah pertemuan pasti ada perpisahan. sebuah pepatah klasik yang sulit diterima oleh hati yang terlanjur ditinggal pergi tuan rumahnya.

kembali menyadari satu hal bahwa ini bukan pertama kalinya aku ditinggal cinta pergi. cinta tak pernah pergi, cinta selalu tinggal disini, dalam hati. seseorang yang selalu kukira jawaban Tuhan dengan anggapan bahwa aku adalah tulang rusuknya, telah mematahkan hatiku, meninggalkannya berserakan tanpa memberi sebuah alasan pasti kenapa ia memilih untuk pergi. menanggalkan semua ikrar dan persembahan yang kerap membuatku melambung tinggi. kini, aku terhempas ke tanah kesakitan yang penuh dengan lumpur dan kerikil tajam. aku sedang terluka parah, berharap ada yang membawaku ke rumah sakit terdekat, atau memilih untuk aku sendiri yang mengobati dan menyembuhkannya, karena aku sang tenaga ahli kesehatan, aku juga hapal beberapa nama dan fungsi obat meskipun aku tahu itu konyol dan sebenarnya tidak membantu.

masih tentang sebuah kepergian, entah apakah Tuhan selalu menyisipkan pertemuan selaras ketika Dia menciptakannya, atau Tuhan masih memberikan jeda yang panjang untuk membuktikan bahwa kita pantas memiliki pertemuan yang panjang. aku sudah sampai di garis finish yang kaugambar dengan kapur patahmu. aku telah berdiri disini sejak dua bulan silam. menunggumu menarik lenganku dan mengajakku untuk kembali ke garis start. bodohnya, aku masih melakukan itu. aku berdiri di tepi garis ujung dan masih memandangmu berjalan pelan bersama wanita itu. wanitamu kini. entah masih samar-samar bahwa kau dan dia sedang berjalan pula menuju arahku tempat kakiku berpijak. entah. aku hanya ingin memahami satu hal, sebuah kepergian yang kugenggam perlahan-lahan akan kulepas dengan sangat hati-hati. agar nantinya hal itu tak akan pernah menyakitimu, menyerangmu, dan membunuhmu, seperti yang mereka lakukan kepadaku. biarkan aku melepasnya dengan sebuah keikhlasan yang paling ikhlas sedunia. berjalan menyusuri jalan setapak ini sendirian. merengkuh mimpi-mimpiku yang belum terwujudkan, tentunya tanpa menghadirkan kamu di dalamnya. karena kamu tak lebih dari sebuah mimpi yang telah kuraih, kubanggakan, dan kini nyaris terlupakan.

"ada sebuah jejak kaki yang tertinggal pasrah, di garis akhir yang kaugambar dengan jelas. rupanya sepasang kaki itu sudah tak lagi berdiri disitu. ia telah lelah berdiri dan menanti. rupanya ia memilih untuk benar-benar pergi. menjalankan skenario Tuhan yang lain, dengan segenggam mimpi di tangan kanannya. ia membuang jauh mimpi kelam tentang sebuah kepergian yang menyesakkan. kali ini ia cukup kuat untuk melangkahkan kakinya. garis finish itu merupakan titik awalnya untuk kembali melangkah. berbesar hati merengkuh sebuah perpisahan, sambil tetap hidup dan bernapas. tentunya juga dengan bahagia."

(adindaretna - 2014)

No comments:

Post a Comment