Sunday, March 27, 2011

bernostalgia

Tatapanku hanyut pada kehingar-bingaran sudut kota tepat disamping sungai emas itu.
Ditemani sepiring nasi merah idamanku, kini aku mengumbar ragu dengan bergurau tentang sebentuk kisah yang terpendam rapi oleh waktu.
Bukan tersapu nasib sebab tak terjamah oleh kami, bukan pula terseok kelalaian melainkan kusut akibat perombakan usia.
Jejak kian bergelayut menidurkan kenangan, yang tumbuh pada reranting kusam dipekarangan hatiku.
Terhempaskan oleh sang bayu hingga (hampir) mematahkan tangkai kejenuhan yang kami sebut parasit.
Lalu kaulukis tentang resah pada secarik dahan yang telah menguningkan tubuh lunglainya.
Kautandai dengan sepucuk melati yang sempat terkikir oleh noda sebab getah.
"Getah kau bilang?"
"Ya, lantas mengapa?"
Ia bukan geranium yang siap menggores kulitmu dengan deduri diantara keelokan parasnya.
Bukan pula edelweiss yang tega menjebakmu untuk menelan buah simalakama ;antara hidup dan matimu.
Masih dalam bimbang yang berselimutkan tanya, kudesak agar ia tumpah.
Maaf.
Setangkup sandwich mu terantuk jauh dari dialog kita.
Sembilan Belas Maret Dua Ribu Sebelas.
Di tempat itu kami bernostalgia.

No comments:

Post a Comment