Sunday, August 10, 2014

hingga waktu tiba

hingga waktu tiba
saat terduduk mencemas dahandahan
menggugur tak berdaya
mengikhlaskan takdir
hening terendus sukma
akarpun tak kuasa sangsikan
mengertas sendu di kaki, tangannya
seolah marah
kadang diguyur cemburu
mengadu pada ranting
agar tak disesap khawatir
percuma mengutas rindu
bersenandung dalam ikrar semu
padahal tubuhnya direnggut luka
dan perlahan membebaskan diri
kemudian menanti, hingga petang
berseteru dengan hampa
menghardik senja, tak bergumam
dilepaskannya dari rahang langit
duriduri manis hujan
melukai tanpa sakit
menyakiti dengan tawa
ada kalanya lupa memetik kenyataan
di balik semak belukar
yang siap menerka wujud
dalam memoar penuh kabut
sembilu, meradang hebat, keruh
hingga tak mungkin lagi sempurna
baiklah, mari kita bersulang saja!!
menyudahi permainan dengan damai
namun, akar tawamu yang runcing
menghunjam setiap pembuluh jantungku
mari bergegas merapal aku!!
agar tak dikuasai ikrarmu
semu! palsu!
lekas teriakkan benci di dekat telingaku!
bangunkan aku!
sembuhkan!
lalu pergilah!
bawa pulang ribuan retorikaku yang tak butuh jawabanmu!
kubur dalamdalam
dan kini, tugasmu telah selesai, sayang
aku masih memandang pohon yang sama
sedang kau berada di antah berantah
yang tak pernah kuketahui
mungkin selamanya

(adindaretna, 2014)

No comments:

Post a Comment