Friday, February 18, 2011

Maaf untukmu, 'kawan'

Rona senyummu pernah kusentuh, (dulu) tepat setengah tahun yang lalu.
Paras yang tulus dan menyenangkan.
Dan aku terkesima.
Ketika pusat diriku tercerai berai entah kemana.
Kau memapahku untuk menyusun puing-puing itu.
Dengan keramahanmu, kau peluk jemari lemahku.
Kita (berlari) menyusuri jurang yang kau sebut taman.
Memetik edelweiss, lalu kaupatahkan.
Kau tak ingin yang putih, namun hitam.
Segalamu (sangat) perfeksionis.
Bahkan jejakmu pun sukar untuk kutembus.
Aku geram dalam setiap hembusan.
Sesungguhnya, aku takut kehilangan 'kawan' sepertimu.
Namun lidahku nampaknya tak selaras dengan laku.
Kuuraikan gemericik dendam dengan kebungkaman terhadapmu.
Hingga kau beralih tumbuh dalam nista.
Aku tahu itu palsu.
Biarkan saja lara yang membasuhmu...
Kini, entah harapku (amat) tipis.
Maafkan aku...
Meski sekuncup benci telah terpatri dalam detakmu saat ini, hingga......
'mungkin tak akan pernah berujung'

***
Maaf ini untukmu, 'kawan'
Aku yakin kau lebih bahagia dengan 'hidupmu' saat ini

1 comment:

  1. Kalimat yang anda gunakan dalam tiap postingan semakin "Amazing" saja. Dan lambat laun saya merasa minder karena saya bertitel "Sastra" tapi tak berevolusi dengan baik di dunia sastra seperti anda, "Calon Apoteker". :)

    ReplyDelete